Sabtu, 13 Mei 2017

Salam Perpisahanku Untukmu

"Kau adalah delusi yang selalu kuanggap nyata". -Revered Back, Inggrid Sonya

Untukku, kau sangat berharga.

Untukku, kau adalah teman delusiku.

Untukku, kau adalah penyemangat hariku.

Untukku, kau segalanya.

Kepadamu yang sedang membaca ini.

Apakah kau sudah membuka surat yang ku berikan?

Sebuah surat yang hanya berisi rangkaian kata yang tidak berguna?

Sebuah surat yang dengan bodohnya diriku berpikir akan membawamu ke sini?

Tapi, aku akan senang kalau kau membawa dirimu ke dalam dunia yang ku buat.

Pertama-tama, izinkan aku bertanya.

Bolehkan aku meminta waktumu? Sebentar saja.

Aku hanya ingin mennyampaikan sesuatu yang... yah.

"Memulai sesuatu memang tidak pernah mudah, namun kau tidak akan tahu apa yang terjadi kalau kau tidak memulainya." -Unknown

Kau seperti pelangi yang telah membuat hari-hariku penuh warna, kau juga telah membuat hujan yang tengah mencoba menyakitiku berhenti. Mungkin kau tidak tahu ini, tidak, kau memang tidak pernah tahu dan tidak ingin tahu tentang hal aneh ini.

Semenjak aku mengenalmu, aku dapat merasakan hujan tersebut berhenti dan pelangi yang indah muncul menggantikan sang hujan. Aku sangat senang saat itu, dan aku berharap pelangi itu akan terus mewarnai hari-hariku selamanya. Namun aku melupakan hal terpenting dari teori pelangi, pelangi tidak mungkin bukan terus-menerus membentang indah di langit?

Sama sepertimu, lambat-laun pelangi itu semakin memudar dan berganti degan langit cerah yang hanya terdiri dari awan-awan putih.

Sekarang aku hanya bisa menatap langit tersebut karena pelangi itu telah menghilang. Bukan, bukan aku yang menghilangkan pelangi itu. Tapi pelangi itulah yang menghilang sendiri. Aku juga tidak tahu apa yang salah, apakah pelangi itu terlalu bosan dengan pemandangan yang telah semesta sajikan untuknya? Entahlah.

Padahal, aku sangat senang melihat pelagi itu membentang indah di langit. Walaupun pelangi itu tidak berbicara, aku tetap senang walau hanya memandangnya saja. Mungkin semesta tidak ingin melihatku terus-menerus memandangi pelangi itu. Jadi, semesta mengambil pelanginya kembali. Mungkin.

"Aku cuma ngasih tahu kalau aku suka kamu. Nggak perlu diterima. Nggak perlu ditolak. Cukup untuk kamu ketahui." -The Chronicles of Audy: 21, Orizuka

Namun, terima kasihku kepada pelangi.

Terima kasih telah hadir walau hanya sekejap.

Terima kasih telah menumbuhkan bunga sakura dalam hatiku.

Terima kasih telah melukis kenangan indah dalam pikiranku.

Dan, terima kasihku kepada pelangi yang telah menghilang.

Terima kasih telah mengajarkanku apa itu sakit selama kau menghindariku.

Terima kasih telah menjadikanku be better from before.

Terima kasih telah membiarkanku mencicipi apa itu pahit-manisnya caramel macchiato yang kau campur adukkan dengan manisnya hot chocolate dan kau sajikan bersamaan dengan ice cream yang mulai mencair.

Juga, maafku untukmu pelangi yang telah hadir.

Maaf karena aku selalu menjadikanmu tokoh utama dalam duniaku.

Maaf karena aku selalu menghadirkanmu dalam bunga tidurku.

Maaf karena aku selalu menuliskan namamu dalam setiap naskahku.

Maaf juga karena aku... menyukaimu.

Sejak awal aku melihatmu.

Love at the first sight.

Sebuah perasaan klise.

Karena itulah aku berterima kasih kepada semesta yang telah mempertemukan kau denganku dan membuatkan kau dan aku kenangan yang manis, walau sebenarnya hanya aku yang merasakan bahwa itu adalah sebuah kenangan. Hehe.

Namun, semesta juga kejam, karena semesta tidak bisa membuatkan kata kita di antara aku dan kau.

The last word, sorry and thank you.

"Bahkan nggak semua atom bisa melepaskan elektronnya semudah itu. Mereka tetap membutuhkan gaya, kan?" -Petjah, Oda Sekar Ayu

Hehe.

Bye.

Minggu, 28 Februari 2016

Because of the Rain...

"Di bawah rintikan hujan, aku menikmati keheningan yang menyelimuti kita."

--

.

.

.

Kalian tahu apa yang aku sukai dari hujan?

Hujan tidak pernah mengeluh walaupun ia tahu bagaimana sakitnya saat ia jatuh.

Ya aku tahu, kalian sudah sangat sering mendengar kalimat itu.

Tapi, aku sangat menyetujuinya.

Dan sekarang, hujan sedang turun mengguyur sebagian dari bumi.

Aku memandangi tetesan air hujan yang semakin lama semakin deras.

Aku memandanginya hingga aku tersadar bahwa, memejamkan mata di bawah derasnya hujan itu sangat nyaman.

Aku menikmati saat-saat hujan seperti ini.

Dan yang paling aku nikmati saat hujan ini adalah, aku dapat menikmati indahnya hujan bersama denganmu.

Walaupun kita hanya berdiri berdampingan di depan kelas sambil menikmati hujan.

Walaupun mulut kita seakan bisu sehingga tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut kita.

Walaupun seperti itu, aku menikmatinya.

Ya, aku menikmati keheningan yang menyelimuti kita.

Rabu, 17 Februari 2016

Seharusnya...


“Seharusnya. Seharusnya. Seharusnya. Berapa banyak kata seharusnya yang harus keluar lagi di kepalanya?” –vihara1899

Seharusnya dari awal emang nggak usah kenal aja kalo ujung-ujungnya kayak gini.

Seharusnya dari awal emang nggak usah kenal sama kata yang namanya penasaran.

Seharusnya dari awal aku nggak usah bilang ke siapa-siapa.

Seharusnya dari awal aku simpen sendiri dan biasa aja.

Seharusnya dari awal aku bisa jaga sikap.

Seharusnya dari awal aku punya keberanian buat nyapa kamu secara langsung.

Seharusnya dari awal aku sikapnya biasa aja biar kamu nggak ngejauh dari aku.

Seharusnya dari awal aku bisa temenan sama kamu.

Seharusnya dari awal aku bisa deket sama kamu.

Tapi, kenapa semuanya terasa semu?

Kenapa semuanya terasa salah?

Kenapa semua ini semakin terasa jelas kalau kamu, tidak ditakdirkan untukku walaupun hanya untuk menjadi sebatas teman saja...  


 

Sabtu, 28 November 2015

Menulis dan Membaca

Menulis. Apa yang kalian ketahui tentang menulis? Atau, apa yang pertama kali ada di pikiran kalian kalau kalian mendengar kata menulis atau tulisan?

Jika kalian berkata bahwa menulis itu adalah suatu kegiatan yang membosankan, monoton, dan lainnya. Maka kalian salah besar. Menulis adalah suatu kegiatan yang menyenangkan, menarik, dan mengasikan. Tapi, kadang kala menulis juga membutuhkan tenaga pikiran yang rumit apabila kita menulis di saat mood sedang tidak baik. Dengan menulis, kita dapat menuangkan ide, gagasan, dan daya kreatif dalam bentuk tulisan.

Menulis juga dapat mengisi waktu luang kita yang terbuang pecuma, dan menulis juga dapat membantu kita dalam mengasah kemampuan kita dalam berfikir logis, kreatif, bebas, politis, dan lainnya. Dengan menulis ini juga, kita dapat meluapkan segala emosi yang kita pendam. Karena, menulis dapat menjadi wadah untuk kita menuangkan segala perasaan yang kita rasakan.

Tapi, jika kalian belum bisa untuk menuangkan apa yang ada dalam pikiran kalian dalam bentuk tulisan, kalian dapat mencobanya dengan menulis resensi buku yang dimulai dengan membaca dan memahaminya secara kritis. Resensi (review, recentie) adalah tulisan yang berisi penilaian tentang kelebihan atau kekurangan sebuah karya tulis (buku), karya sastra (novel), atau seni (film, senima).

Menulis resensi buku, tidak sembarang menulis resensi. Pertama-tama, kalian perkenalkan buku tersebut, judulnya, penulisnya, harganya, penerbitnya, jumlah halamannya, dan tahun terbit buku tersebut. Setelah itu, kalian bisa memulai meresensi buku tersebut dengan membaca keseluruhan isi buku tersebut. Setelah membaca keseluruhan isi buku tersebut, barulah kalian dapat meresensi buku tersebut.

Meresensi buku harus membaca keseluruhan isi buku. Karena itu, kita harus mengenal apa itu membaca cepat. Kegiatan membaca cepat (300 kata per menit) dimaksudkan untuk membaca fiksi yang kompleks untuk analisis watak serta jalan cerita, membaca nonfiksi yang agak sulit, untuk mendapatkan rincian, mencari hubungan, atau menilai gagasan penulis.

Maka dari itu, dilihat dari tujuan membaca cepat, kita juga dapat menggunakannya dalam menulis resensi buku. Dengan itu, kita dapat lebih mudah dan lebih cepat dalam meresensi buku.

Dan, apabila kalian sudah bisa meresensi buku dengan baik, kalian bisa melanjutkannya dengan menuangkan isi pikiran kalian dalam bentuk tulisan.

Jadi, inti dari tulisan ini hanyalah tentang kepercayaan diri seseorang. Jangan pernah takut untuk menulis, walaupun banyak yang mencemooh tulisanmu, jangan jadikan itu sebagai alasan untuk menyerah. Tapi, jadikan itu sebagai motivasi kita untuk bangkit dan memperbaiki tulisan kita. Dan, bertemanlah dengan buku, jadikan buku sahabat kita. Karena dari buku, kita dapat mencontoh bagaimana cara menulis dengan baik.

Remember, membaca dan menulis itu penting.

Jumat, 08 Mei 2015

Life Must Go On [cerpen]

Seorang gadis berwajah blasteran Indo-Jepang itu bangun dari tidurnya sambil melantunkan lagu dari bibir tipisnya. Ia Chrysan Abellias Flower, gadis itu memiliki semuanya, keluarga yang lengkap dengan kasih sayang dan materi yang cukup, teman yang membuatnya tertawa setiap saat, sahabat yang selalu mendukungnya dalam keadaan apapun, dan juga kekasih yang selalu mendampinginya. Ia bergegas untuk berangkat ke sekolah, setelah memasangkan bando untuk sentuhan terakhirnya, ia pun langsung menyambar tas sekolahnya dan turun ke bawah.

“Pagi ma, pa, kak! Hi dek!” Chrysan menyapa keluarganya yang tengah sarapan dengan ceria seperti biasanya.

“Halo sayang, nasi goreng?”

“Thanks mom,”

Sarapan pagi itu seperti biasa selalu di hiasi dengan kehangatan yang selalu diciptakan oleh keluarganya itu. Chrysan sangat beruntung karena memiliki keluarga yang harmonis. Ia juga selalu bersyukur karena tidak pernah mendapat masalah di dalam keluarga ataupun di sekolah yang membuat ia hancur.

Setelah sarapan selesai, Chrysan, Randy (kakak Chrysan), Stephan (adik Chrysan), dan Hans (ayah Chrysan) berangkat ke tujuannya masing-masing.

Sesampainya Chrysan di sekolah, ia langsung berlari ke kelasnya dan duduk di bangku kesayangannya itu. Selang beberapa menit setelah Chrysan sampai di kelas, Bunga dan Jack (sahabat dan kekasih Chrysan) dengan hebohnya masuk ke kelas dan terjadilah percakapan seru di antara mereka bertiga.

Sepulang sekolah, Chrysan selalu membantu Abell (mama Crysan) untuk merawat kebun kecil yang mereka punya di halaman belakang rumah. Keluarganya itu sangat menyukai tanaman. Sore harinya, setelah puas berkebun dan membersihkan diri, ia berjalan menuju balkon kamarnya sambil membawa buku novel yang ingin ia baca. Ia sangat menyukai duduk bersantai di balkon saat senja seperti ini, karena ia dapat merasakan semilir angin sore yang membelai lembut kulitnya dan juga pemandangan yang disajikan sangatlah indah, itu dapat me-refresh pikiran dan juga melepas penat. Malamnya, Chrysan berkumpul di ruang keluarga sambil mengerjakan tugas sekolahnya dan juga saling bertukar cerita tentang apa yang mereka alami hari ini.

Setiap hari sabtu, mereka (Chrysan, Bunga, dan Jack) belajar bersama agar nilai sekolah dan juga prestasi mereka setiap harinya meningkat di sekolah. Walaupun Chrysan dan Jack adalah sepasang kekasih, mereka tidak pernah melakukan hal-hal yang dilakukan oleh sepasang kekasih biasanya, mereka tidak pernah pergi saat malam minggu, dinner, atau melakukan apapun berdua. Mereka berdua lebih senang jika menghabiskan waktu bertiga, dengan Bunga (sahabat Chrysan, sekaligus sepupu Jack). Sedangkan setiap hari Minggu, Chrysan bersama keluarganya menghabiskan waktunya untuk pergi bertamasya, atau hanya dengan menghabiskan waktu bersantainya di rumah bersama keluarga dengan ditemani teh hangat dan kue buatan mama dan Chrysan.

Seperti itulah hari-hari yang dilewati Chrysan, Chrysan merasa kehidupannya terasa amat sangat lengkap.

Sampai pada suatu waktu, di hari jum’at...

“Sayang...”

“Ya, ma?”

“Papa sama mama harus mengurus cabang perusahaan yang ada di Paris, berangkatnya besok pagi sekalian kakakmu berangkat ke kampus barunya disana. Kira-kira mama sama papa pulangnya seminggu lagi, dan... oh ya, Stephan juga nanti ikut.”

“Oh yaudah, mama hati-hati ya di jalan. Kalau sudah sampe sana, mama jangan lupa langsung kabarin aku, oke?”

“Loh, kamu ga pengen ikut sayang?”

Chrysan memegang tangan mamanya itu dan menatap matanya, “mama sayang, minggu depan aku ada test buat nilai di rapot, sekalian buat nambah nilai UAS kemarin, jadi aku ga bisa ikut. Maaf ya ma,” Chrysan langsung memeluk mamanya. Karena bagaimana pun, ini pertama kalinya Chrysan ditinggal sendiri di rumah. Tapi, untuk membuat orang tuanya bangga, ia harus merelakan kesempatan untuk berangkat ke Paris sekeluarga. Karena itu termasuk ke dalam mimpinya, makanya ia berjanji agar pada suatu saat nanti ia bisa mengajak keluarganya untuk pergi kesana dengan uang yang ia hasilkan dari usahanya sendiri.

Mama melepas pelukan putri satu-satunya itu dan mengelus rambutnya dengan sayang. “Iya mama ngerti, tapi kamu gapapa ditinggal sendiri?”

“Please mom, aku bukan anak kecil lagi.” Chrysan menggembungkan pipinya karena mamanya masih menganggap dirinya anak kecil.

“Iya mama hanya bercanda, anak gadis mama sudah besar, ya?” Mama mengedipkan sebelah matanya ke putri kesayangannya itu dan berkata, “sudah punya pacar juga kan?”

Chrysan membelakakan matanya setelah mendengar ucapan mamanya barusan, “mama!”

“Hahaha,” mama memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang, “bercanda sayang, mama sayang sama kamu. Belajar yang bener ya? Buat kita semua bangga,”

Tanpa mereka sadari, mereka mengeluarkan setetes air mata. Mamanya mengeluarkan setetes air mata itu karena terlalu sedih untuk meninggalkan putrinya sendirian di rumah. Sedangkan Chrysan meneteskan air mata tersebut karena perasaannya berkata bahwa hari ini ialah hari terakhir ia bersama keluarganya. Chrysan menggelengkan kepalanya dan berusaha menghapus perasaan aneh yang muncul itu, lalu mengeratkan pelukannya kepada mamanya.

“Aku juga sayang sama mama! Aku janji ma, aku akan membuat kalian bangga dan mendapat beasiswa untuk menyusul kak Randy ke Paris! Doakan Chrysan ya ma,”

“Selalu, mama akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”

Pagi harinya, di Bandara...

Chrysan, Jack, dan Bunga mengantar keberangkatan mama, papa, kakak, dan adik Chrysan ke Paris.

Mama dan papa bergantian memeluk putri kesayangannya itu, “jaga diri baik-baik selama kami pergi ya?

“Siap pa! Asal oleh-oleh aja jangan lupa,”

“Hahaha, apa sih yang enggak buat kamu sayang,”

“Kakak ga dipeluk, nih?” Chrysan menolehkan kepalanya ke arah kakak satu-satunya itu.

“Ada yang cemburu,” semua yang ada di situ tertawa mendengar perkataan Chrysan tadi, sedangkan Randy hanya mendengus kesal.

“Sini-sini peluk,” Chrysan merentangkan kedua tangannya dan Randy pun langsung merengkuh Chrysan ke dalam pelukannya.

“Doain agar kakak sukses disana, ya?”

“Pasti kak! Doain aku juga ya kak, biar aku bisa dapet beasiswa dan susul kakak kesana!

Randy mencubit hidung adiknya gemas, “pasti! Kakak tunggu, ya?”

“Sip!” Setelah selesai dengan Randy, Chrysan beralih kepada adik kesayangannya itu, Stephan.

“Heh, anak bandel! Jangan ngerusuh disana!

Stephan menyeringai, “yakin ga mau ikut? Nyesel loh, ntar aku kirim foto kita semua saat di Menara Eifel!”

“Cih, liat aja nanti! Aku bakal kesana dengan beasiswa yang aku pegang!”

“Buktiin makanya!

“Yes brother,” Chrysan memutar bola matanya bosan.

Mama dan papa Chrysan hanya tersenyum melihat tingkah anak-anaknya, “Jack, Bunga.”

“Ya, om?” Jawab Bunga dan Jack bersamaan.

“Tolong jaga Chrysan selama kami pergi, ya?”

“Siap!”

“Oke, is time to go. Bye,” papa Chrysan mewakili semuanya untuk pamit.

“Bye,”

Setelah acara perpisahan sementara mereka selesai, akhirnya Chrysan hanya dapat berdiri terpaku melihat keluarganya mulai memasuki pesawat yang akan mereka tumpangi.

Keesokan paginya di rumah Chrysan...

“Kok ga ada pesan apapun sih dari mama?” Crysan agak sedikit panik saat mengecek ponselnya dan tak menemukan satu pun pesan dari mamanya, tapi Chrysan mencoba untuk positive thinking. “Mungkin mereka masih tertidur setelah perjalanan, ya, semoga saja.”

Setelah membuat teh hangat, Chrysan berjalan memasuki ruang keluarga dan menyalakan TV. Di minggu pagi yang cerah seperti ini, biasanya ia jogging di sekitar kompleks dengan papa, kakak, dan adiknya. Tapi, karena ia sedang sendirian di rumah, ia hanya duduk manis sambil menonton film kartun pagi yang ditayangkan di TV. Saat ia sedang tertawa, ia melihat ada Headline News yang memotong film kartun yang sedang ditontonnya itu. Setelah melihat apa yang disampaikan sang presenter, ia tak kuasa menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia langsung berlari ke dalam kamar dan mengurung diri disana. Ia merutuki kebodohannya yang menolak untuk ikut ke Paris tadi malam. Ia terus merutuki kebodohannya sampai akhirnya ia mendengar suara ketukan pintu kamarnya, ia menghiraukannya. Yang ia inginkan sekarang, hanya menyusul keluarganya.

Sebelumnya di waktu yang sama, tempat yang berbeda...

Jack dan Bunga baru saja selesai berolahraga pagi, mereka berdua kini tengah asik menonton acara TV. Tiba-tiba, ada Headline News yang memotong acara tersebut. Mata mereka berdua membulat sempurna saat mereka tahu apa yang ditayangkan berita itu. Tanpa berfikir panjang, Jack langsung mengambil kunci mobilnya. Begitu juga dengan Bunga, ia langsung melesat ke kamarnya dan mengambil tas kecilnya. Mereka bedua langsung pergi ke rumah Chrysan, mereka tak peduli kalau sedari tadi banyak orang-orang yang menyumpah serapahi mereka karena membawa mobil ugal-ugalan. Yang mereka inginkan sekarang hanya satu, tiba di rumah Chrysan secepatnya.

Sesampainya di rumah Chrysan...

Bunga dan Jack melihat ada beberapa mobil dan motor yang sudah terparkir manis di depan rumah Chrysan, “pasti saudara-saudara Chrysan langsung kesini setelah mendengar berita itu.” Itu yang ada di fikiran Jack dan Bunga saat ini.

Setelah memasuki rumah Chrysan, mereka hanya melihat tampang cemas dan khawatir.

“Oh... Jack! Bunga!” Seorang wanita dengan wajah putih pucat dan mata sipit itu menghampiri mereka berdua, “aku sudah bingung harus bagaimana lagi, Chrysan tidak menjawab apapun yang kami katakan. Aku amat sangat khawatir dengan keadaannya, aku tau ini sangat membuatnya terpukul. Jack, tolong Chrysan.”

Jack yang mendengar itu langusng berlari ke arah lantai dua. Setelah sampai di depan pintu kamar Chrysan, Jack dengan pelan mengetuk pintu kamar Chrysan.

“Chrys, buka pintunya.” Yang Jack dengar setelahnya hanyalah isak tangis Chrysan yang makin keras, lama-lama dan akhirnya Jack mendobrak pintu kamar Chrysan.

Jack berjalan ke arah Chrysan dan menepuk bahunya pelan, “Chrys,”

“Pergi!”

“Chrys, jangan salahkan dirimu.”

Tangisan Chrysan semakin menjadi karena mendengar kata-kata Jack, “enggak! Aku salah! Seharusnya aku ikut mereka kesana, seharusnya aku juga ikut terbakar disana! Kalau saja aku ikut, aku akan pergi bersama mereka! Sekarang, tinggalkan aku sendiri!”

Selama hampir 1 minggu lebih Chrysan mengurung diri di kamar, dan selama itu juga sanak saudara Chrysan, Jack, Bunga, teman sekolah Chrysan yang lain, sampai guru di sekolah pun membujuk Chrysan agar keluar dari kamar.

Sampai pada suatu hari...

“Aku mau anter makanan ini dulu ke Chrysan, dia udah 1 minggu ini ga ada satupun makanan yang masuk. Aku takut dia malah jatuh sakit,” Bunga tak tega melihat sahabatnya bak mayat hidup. Tanpa ekspresi. Tak ada tujuan hidup.

Sesampainya di kamar Chrysan...

“Aaaaa...” teriakan Bunga menggema sampai ke seluruh penjuru rumah, nampan yang Bunga pegang terjatuh begitu saja.

Jack yang mendengar teriakan Bunga langsung berlari ke kamar Chrysan.

“Bunga, apa yang terja-” perkataan Jack terpotong setelah ia melihat Chrysan terbaring lemah dengan bibir yang sangat pucat di lantai.

Tanpa berfikir panjang, Jack langsung membawa Chrysan ke Rumah Sakit. Selama di perjalanan, mereka terus berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada Chrysan. Mereka telah menghubungi saudara-saudara Chrysan. Sesampainya di Rumah Sakit, Chrysan langsung dibawa ke ruang UGD. Selang setelah Chrysan dimasukkan ke ruang UGD, saudara-saudara Chrysan mulai berdatangan satu persatu dan menanyakan keadaan Chrysan. Setelah beberapa menit menunggu di luar, mereka pun melihat dokter keluar dari ruangan.

“Bagaimana keadaan keponakan saya, dok?”

“Dia terkena typus dan dehidrasi gara-gara stress, asupan gizinya juga kurang. Jadi selama beberapa hari ini harus dirawat intensif disini,”

“Oh begitu dok, baik dok. Terima kasih,”

“Sama-sama. Bapak tolong urus administrasinya sambil menunggu pasien dipindahkan ke ruang perawatan, mari.”

“Baik dok,”

Sepeninggalan dokter, mereka menunggu Chrysan dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah Chrysan dipindahkan ke ruang perawatan, mereka pun satu persatu memasuki ruangan Chrysan. Di dalam ruangan, mereka hanya bisa melihat seorang gadis berwajah blasteran Indo-Jepang yang terbaring lemah di blankar dengan selang-selang yang menempel di tubuhnya. Sungguh menyedihkan melihat keadaan Chrysan sekarang ini, badan kurus, mata bengkak, bibir pucat.

Selama 3 hari semenjak Chrysan dibawa ke rumah sakit, Chrysan belum sadarkan diri. Selama itu juga semua menjaga Chrysan secara bergantian. Ketika mereka sedang berbincang-bincang, Chrysan sadar dan langsung berteriak. Semua panik melihat Chrysan yang tiba-tiba seperti itu. Jack yang berada di samping blankar langsung bertindak cepat dengan menekan tombol untuk memanggil dokter. Setelah beberapa menit, dokter dan suster pun masuk ke ruangan. Dokter langsung menyuruh suster untuk menyuntikan obat penenang. Chrysan pun langsung tertidur setelah disuntik. Dokter berkata bahwa, Chrysan masih teringat kejadian yang menimpa keluarganya.

Malam harinya...

Chrysan membuka matanya perlahan, “Jack.”

Jack yang mendengar itu langsung menekan tombol untuk memanggil dokter, “iya?”

“Aku dimana?”

“Kamu di rumah sakit,”

Mendengar kata Rumah Sakit, air mata Chrysan pun keluar dengan sendirinya.

“Aku jahat, ya? Aku membiarkan keluargaku mengalami hal ini, seharusnya aku ikut merasakannya!”

Dengan perlahan, Jack menghapus air mata Chrysan. Belum sempat menjawab perkataan Chrysan, ia mendengar suara pintu terbuka. Ia tersenyum melihat dokter dan suster memasuki ruangan, “malam.”

“Malam juga dok, sus.”

“Boleh saya periksa keadaannya?”

“Silahkan dok,”

Selagi dokter memeriksa keadaan Chrysan, Jack menelpon Bunga dan saudara-saudara Chrysan untuk memberi tahu bahwa dia sudah sadar. Setelah dokter meninggalkan ruangan ini, Jack melihat Chrysan sudah terlelap lagi.

Keesokan paginya...

Pagi-pagi sekali Chrysan sudah bangun dan melihat ada Jack dan om Roy sedang berbincang-bincang.

“Jack, om.”

Mendengar suara Chrysan, om Roy dan Jack langsung mendekat ke arah Chrysan dan Jack menekan tombol untuk memanggil dokter yang berada di samping blankar.

“Ada apa sayang, ada yang sakit?” Om Roy dengan penuh kasih sayang mengelus kepala Chrysan.

Bertepatan Chrysan menggelengkan kepalanya dengan lemah, terdengar ketukan pintu dari luar.

Tok... tok... tok...

Om Roy bangkit dari duduknya dan berjalan membuka pintu. Setelah pintu terbuka, tampaklah wajah dokter dan suster itu.

“Selamat pagi semua,”

“Pagi dok,”

Dokter berjalan ke arah Chrysan dan mulai memeriksanya. Selesai memeriksa Cheysan, dokter berkata.

“Fisiknya masih lemah, namun psikisnya sudah mulai stabil. Mungkin dengan dirawat satu sampai dua hari lagi, ia sudah boleh pulang.”

“Baik dok, terima kasih.”

Setelah selesai, dokter dan suster tadi keluar dari ruangan. Hening menyelimuti mereka bertiga.

“Om, Jack.”

Suara Chrysan memecahkan keheningan yang tengah menyelimuti mereka.

“Ya?”

“Maafkan aku,”

“Sudahlah Chrysan itu bukan kesalahanmu. Lagipula yang terpenting untuk sekarang ini adalah kesembuhanmu,”

“Sekali lagi maafkan aku,”

Jack dan om Roy tersenyum mendengarnya, mereka yakin bahwa Chrysan bisa melanjutkan hidupnya walau tanpa keluarganya. Karena Chrysan akan selalu dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya.

 

– Life must go on –

 

Tujuh Tahun Kemudian...

Suara tepukan tangan yang riuh terdengar di setiap sudut ruangan itu. Setelah semua selesai menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa/i, akhirnya pada hari ini mereka mendapatkan gelar S1 mereka. Selang beberapa menit setelah sang kepala sekolah salah satu universitas ternama di Paris itu menyampaikan pidatonya, mahasiswa/i langsung berhamburan ke luar bangunan itu dan langsung memenuhi lapangan yang ada di depan bangunan itu.

Dengan semangatnya, mereka langsung berteriak dan bersama-sama melemparkan toga mereka ke langit. Wajah mereka tampak sangat bahagia, termasuk dia, Chrysan Abellias Flower. Setelah peristiwa yang menimpa keluarganya, ia mencoba bangkit dari keterpurukan dengan dibantu oleh Jack, Bunga, dan saudara-saudaranya yang sangat menyayanginya.

Akhirnya, ia menjawab semuanya pada hari ini. Setelah selama 1 tahun ia mencoba bangkit secara perlahan, akhirnya ia dapat lulus dari SMAnya dan masuk universitas disini. Selama 6 tahun ini ia berusaha sebisa mungkin agar ia bisa mendapat gelar sarjana sastra.

Terlihat sekarang bahwa Chrysan sedang menatap langit yang indah itu sambil tersenyum, dengan perlahan ia mengatakan sesuatu yang sangat ingin ia ungkapkan sejak lama.

“Mama, papa, adek, kakak. Lihatlah aku, aku berhasil mewujudkan mimpi kalian dan kata-kataku pada kalian waktu itu. Maafkan aku apabila selama ini aku menyusahkan kalia, maafkan juga jika selama kalian berada disana aku selalu membuat kalian sedih. Tapi sekarang, lihatlah aku. Apakah aku sudah bisa membuat kalian bangga dan bahagia disana?”

Hembusan angin yang membelai lembut kulitnya seakan menjadi jawaban dari semuanya. Chrysan tersenyum, entah mengapa ia yakin bahwa keluarganya sedang melihatnya di atas sana, ia tahu karena ia bisa merasakannya.

“Aku berjanji kepada kalian bahwa aku takkan mengecewakan kalian lagi,” ia tersenyum kemudian melanjutkan kata-katanya tadi. “Kak, aku waktu itu pernah berjanji padamu bahwa aku akan menyusulmu meraih gelar sarjana di universitas itu? Dan sekarang kau bisa melihatnya, aku berdiri disini dengan menyandang gelar sarjana di universitasmu kak. Aku berhasil mewujudkannya, demi kakak dan semuanya.”

Ia perlahan menunduk sambil memeluk toga dan ijazahnya dengan erat, tanpa ia sadari bahwa setetes cairan bening keluar dari matanya yang indah dan diikuti oleh tetesan lainnya. Tapi, ia mencoba untuk tersenyum. Karena, ia telah berjanji bahwa ia tidak akan mengecewakan keluarganya lagi.

“Terima kasih karena kalian selalu mendukungku dari atas sana,”

Hari ini, di hari kelulusannya, dengan hembusan angin musim panas di kota yang terkenal dengan nama kota cinta dan di kelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya, ia berjanji pada dirinya sendiri dan keluarganya dan juga kepada semua orang yang tengah berada di sekelilingnya bahwa, ia tidak akan mengecewakan semua orang yang telah mendukungnya, dan ia juga akan berusaha agar terus meneruskan hidupnya setelah ini untuk mencari kebahagiaan yang telah lama menunggunya.

 

End

 

Pesan yang terkandung dalam cerita :
 
“Apabila kamu mendapatkan masalah yang besar, bukan berarti kamu harus menyerah. Karena percayalah, Tuhan tidak akan memberikan umatnya masalah yang tak dapat mereka taklukan. Hadapilah masalah itu dengan tenang, karena orang-orang yang menyayangimu akan selalu membantumu. Jadi intinya, kamu tidak boleh putus asa atau menyerahkan hidupmu begitu saja karena masalah. Life must go on, believe me, it’s easy if you want to try and believe it your self.”
–Siti Anbarsari Nabilah
 

 

Sabtu, 10 Januari 2015

Salahkah aku?



Salahkan aku jika aku ingin bahagia? Salahkan aku jika aku ingin tersenyum tanpa adanya sesuatu hal yang harus aku tutupi? Salahkan aku jika aku ingin tertawa lepas tanpa adanya beban? Salahkah aku jika aku tak ingin mengeluarkan air mata setiap harinya? Salahkah aku jika aku berkata lelah akan semua ini? Salahkan aku jika aku ingin setiap harinya aku menikmati hangatnya sinar matahari dan indahnya dunia dengan senyum kebahagiaan? Salahkah aku jika aku ingin kalian melihat adanya aku di sisi kalian? Salahkah aku jika aku menginginkan itu semua? Salahkah aku?!

Kamis, 06 November 2014

Terlalu Sakit Untuk Diingat dan Terlalu Sulit Untuk Dilupakan

Aku selalu terbayang-bayang masa lalu. Masa lalu yang selalu indah, yang tidak pernah ada masalah di dalamnya. Seiring berjalannya waktu, masalah itu kian bermunculan. Mulai dari permasalahan keluarga, lalu dilanjut, dengan sahabat, dan sekarang ialah masalah yang menimpaku sendiri. Masalah yang pada awalnya menyangkut pada temanku, dan yang berakhir pada diriku sendiri. Masalah ini, adalah masalah yang paling berat yang pernah ku alami. Masalah ini menyangkut soal kebesaran dan keikhlasan hati yang amat sangat besar yang harus aku tanggung dan juga masalah yang menyangkut dengan fikiranku yang masih terbayang pada hari itu. Hari dimana masalah itu ada. Tetapi, waktu tidak bisa diputar ulang. Dan sekarang, masalah yang belum selesai itu berakhir dengan cara yang tragis, karena masalah itu sudah berakhir sebelum masalah itu selesai. Masalah ini, masalah yang mungkin tidak akan bisa aku lupakan. Karena, di dalam sana banyak kenangan yang terlalu manis untuk aku lupakan. Tetapi, walaupun harus diakhiri dengan satu-satunya cara, yaitu melupakan, aku terima, walaupun sakit masih terasa di hati. Dengan adanya masalah ini, aku mencoba untuk memulai semuanya dari awal lagi. Tidak akan terbayang masa lalu lagi. Dan aku akan membuka lembaran baru lagi untuk menulis kisah baru lagi yang sudah ditutup dengan akhir yang sangat menyakitkan bagiku. Satu pesanku, "Jangan melihat orang dari covernya, cover bisa saja menipu. Belum tentu seseorang yang selalu memasang senyum di wajahnya itu, dia selalu bahagia, tetapi malah sebaliknya, karena dibalik senyumnya itulah dia menyembunyikan semua masalah dan luka yang dia hadapi." Awal yang baik tidak masalah bukan untuk menutup masa lalu yang buruk?

 

 By : Siti Anbarsari Nabilah