Seorang gadis berwajah blasteran
Indo-Jepang itu bangun dari tidurnya sambil melantunkan lagu dari bibir
tipisnya. Ia Chrysan Abellias Flower, gadis itu memiliki semuanya, keluarga
yang lengkap dengan kasih sayang dan materi yang cukup, teman yang membuatnya
tertawa setiap saat, sahabat yang selalu mendukungnya dalam keadaan apapun, dan
juga kekasih yang selalu mendampinginya. Ia bergegas untuk berangkat ke
sekolah, setelah memasangkan bando untuk sentuhan terakhirnya, ia pun langsung
menyambar tas sekolahnya dan turun ke bawah.
“Pagi ma, pa, kak! Hi dek!”
Chrysan menyapa keluarganya yang tengah sarapan dengan ceria seperti biasanya.
“Halo sayang, nasi goreng?”
“Thanks mom,”
Sarapan pagi itu seperti
biasa selalu di hiasi dengan kehangatan yang selalu diciptakan oleh keluarganya
itu. Chrysan sangat beruntung karena memiliki keluarga yang harmonis. Ia juga selalu
bersyukur karena tidak pernah mendapat
masalah di dalam keluarga ataupun di sekolah yang membuat ia hancur.
Setelah sarapan selesai, Chrysan,
Randy (kakak Chrysan), Stephan (adik Chrysan), dan Hans (ayah Chrysan)
berangkat ke tujuannya masing-masing.
Sesampainya Chrysan di sekolah, ia langsung berlari ke kelasnya
dan duduk di bangku kesayangannya itu. Selang beberapa menit setelah Chrysan sampai di kelas, Bunga dan Jack (sahabat dan
kekasih Chrysan) dengan hebohnya masuk ke kelas dan terjadilah percakapan seru di antara mereka bertiga.
Sepulang sekolah, Chrysan
selalu membantu Abell (mama Crysan) untuk merawat kebun kecil yang mereka punya
di halaman belakang rumah. Keluarganya itu sangat menyukai tanaman. Sore
harinya, setelah puas berkebun dan
membersihkan diri, ia berjalan menuju balkon kamarnya
sambil membawa buku novel yang ingin ia baca. Ia sangat menyukai duduk
bersantai di balkon saat senja seperti ini, karena ia dapat merasakan semilir angin sore yang membelai lembut kulitnya dan juga pemandangan yang disajikan
sangatlah indah, itu dapat me-refresh pikiran dan juga melepas penat. Malamnya, Chrysan berkumpul di ruang keluarga sambil
mengerjakan tugas sekolahnya dan juga saling bertukar cerita tentang apa yang
mereka alami hari ini.
Setiap hari sabtu, mereka
(Chrysan, Bunga, dan Jack) belajar bersama agar nilai sekolah dan juga prestasi
mereka setiap harinya meningkat di sekolah. Walaupun Chrysan dan Jack adalah
sepasang kekasih, mereka tidak pernah melakukan hal-hal yang dilakukan oleh
sepasang kekasih biasanya, mereka tidak
pernah pergi saat malam minggu, dinner, atau melakukan apapun berdua. Mereka
berdua lebih senang jika menghabiskan waktu bertiga, dengan Bunga (sahabat
Chrysan, sekaligus sepupu Jack). Sedangkan setiap hari Minggu, Chrysan bersama
keluarganya menghabiskan waktunya untuk pergi bertamasya, atau hanya dengan
menghabiskan waktu bersantainya di rumah bersama keluarga dengan ditemani teh
hangat dan kue buatan mama dan Chrysan.
Seperti itulah hari-hari
yang dilewati Chrysan, Chrysan merasa kehidupannya terasa amat sangat lengkap.
Sampai pada suatu waktu, di hari jum’at...
“Sayang...”
“Ya, ma?”
“Papa sama mama harus mengurus cabang perusahaan yang ada
di Paris, berangkatnya besok pagi
sekalian kakakmu berangkat ke kampus barunya disana. Kira-kira mama sama papa
pulangnya seminggu lagi, dan... oh ya, Stephan juga nanti ikut.”
“Oh yaudah, mama hati-hati
ya di jalan. Kalau sudah sampe sana, mama jangan lupa langsung kabarin aku,
oke?”
“Loh, kamu ga pengen ikut
sayang?”
Chrysan memegang tangan
mamanya itu dan menatap matanya, “mama sayang, minggu depan aku ada test buat
nilai di rapot, sekalian buat nambah nilai UAS kemarin, jadi aku ga bisa ikut.
Maaf ya ma,” Chrysan langsung memeluk mamanya. Karena bagaimana pun, ini
pertama kalinya Chrysan ditinggal sendiri di rumah. Tapi, untuk membuat orang
tuanya bangga, ia harus merelakan kesempatan untuk berangkat ke Paris
sekeluarga. Karena itu termasuk ke dalam mimpinya, makanya ia berjanji agar pada suatu saat nanti ia bisa mengajak keluarganya untuk pergi kesana dengan
uang yang ia hasilkan dari usahanya sendiri.
Mama melepas pelukan putri
satu-satunya itu dan mengelus rambutnya dengan sayang. “Iya mama ngerti, tapi
kamu gapapa ditinggal sendiri?”
“Please mom, aku bukan
anak kecil lagi.” Chrysan menggembungkan pipinya karena mamanya masih
menganggap dirinya anak kecil.
“Iya mama hanya bercanda,
anak gadis mama sudah besar, ya?” Mama mengedipkan sebelah matanya ke putri
kesayangannya itu dan berkata, “sudah punya pacar juga kan?”
Chrysan membelakakan
matanya setelah mendengar ucapan mamanya barusan, “mama!”
“Hahaha,” mama memeluk
putrinya dengan penuh kasih sayang, “bercanda sayang, mama sayang sama kamu.
Belajar yang bener ya? Buat kita semua bangga,”
Tanpa mereka sadari, mereka mengeluarkan setetes air
mata. Mamanya mengeluarkan setetes air mata itu karena terlalu sedih untuk
meninggalkan putrinya sendirian di rumah. Sedangkan Chrysan meneteskan air mata tersebut karena perasaannya
berkata bahwa hari ini ialah hari terakhir ia bersama keluarganya. Chrysan menggelengkan
kepalanya dan berusaha menghapus perasaan aneh yang muncul itu, lalu
mengeratkan pelukannya kepada mamanya.
“Aku juga sayang sama
mama! Aku janji ma, aku akan membuat kalian bangga dan mendapat beasiswa untuk
menyusul kak Randy ke Paris! Doakan Chrysan ya ma,”
“Selalu, mama akan selalu
mendoakan yang terbaik untukmu.”
Pagi
harinya, di Bandara...
Chrysan, Jack, dan Bunga mengantar keberangkatan mama,
papa, kakak, dan adik Chrysan ke Paris.
Mama dan papa bergantian memeluk putri kesayangannya
itu, “jaga diri baik-baik selama
kami pergi ya?”
“Siap pa! Asal oleh-oleh aja jangan lupa,”
“Hahaha, apa sih yang enggak buat kamu sayang,”
“Kakak ga dipeluk, nih?” Chrysan menolehkan kepalanya
ke arah kakak satu-satunya itu.
“Ada yang cemburu,” semua yang ada di situ tertawa
mendengar perkataan Chrysan tadi, sedangkan Randy
hanya mendengus kesal.
“Sini-sini peluk,” Chrysan merentangkan kedua
tangannya dan Randy pun langsung merengkuh Chrysan
ke dalam pelukannya.
“Doain agar kakak
sukses disana, ya?”
“Pasti kak! Doain aku juga ya kak, biar aku bisa dapet
beasiswa dan susul kakak kesana!”
Randy mencubit hidung adiknya gemas, “pasti! Kakak tunggu,
ya?”
“Sip!” Setelah selesai dengan Randy, Chrysan beralih
kepada adik kesayangannya itu, Stephan.
“Heh, anak bandel! Jangan
ngerusuh disana!”
Stephan menyeringai, “yakin ga mau ikut? Nyesel loh,
ntar aku kirim foto kita semua saat di Menara Eifel!”
“Cih, liat aja nanti! Aku bakal kesana dengan beasiswa
yang aku pegang!”
“Buktiin makanya!”
“Yes brother,” Chrysan memutar bola matanya bosan.
Mama dan papa Chrysan hanya tersenyum melihat tingkah
anak-anaknya, “Jack, Bunga.”
“Ya, om?” Jawab Bunga dan Jack bersamaan.
“Tolong jaga Chrysan
selama kami pergi,
ya?”
“Siap!”
“Oke, is time to go.
Bye,” papa Chrysan mewakili semuanya untuk pamit.
“Bye,”
Setelah acara perpisahan sementara mereka selesai,
akhirnya Chrysan hanya dapat berdiri terpaku melihat keluarganya mulai memasuki
pesawat yang akan
mereka tumpangi.
Keesokan paginya di rumah Chrysan...
“Kok ga ada pesan apapun sih dari mama?” Crysan agak sedikit panik saat
mengecek ponselnya dan tak menemukan satu pun pesan dari mamanya, tapi Chrysan mencoba untuk positive thinking.
“Mungkin mereka masih tertidur setelah perjalanan,
ya, semoga saja.”
Setelah membuat teh hangat, Chrysan berjalan memasuki
ruang keluarga dan menyalakan TV. Di minggu pagi yang cerah seperti ini,
biasanya ia jogging di sekitar kompleks dengan papa, kakak, dan adiknya. Tapi,
karena ia sedang sendirian di rumah, ia hanya duduk manis sambil menonton film
kartun pagi yang ditayangkan di TV. Saat ia sedang tertawa, ia melihat ada
Headline News yang memotong film kartun yang sedang ditontonnya itu. Setelah
melihat apa yang disampaikan sang presenter, ia tak kuasa menahan air matanya
agar tidak jatuh. Ia langsung berlari ke dalam kamar dan mengurung diri disana.
Ia merutuki kebodohannya yang menolak untuk ikut ke Paris tadi malam. Ia terus
merutuki kebodohannya sampai akhirnya ia mendengar suara ketukan pintu
kamarnya, ia menghiraukannya. Yang ia
inginkan sekarang, hanya menyusul keluarganya.
Sebelumnya di waktu yang sama, tempat yang berbeda...
Jack dan Bunga baru saja selesai berolahraga pagi, mereka
berdua kini tengah asik menonton acara TV. Tiba-tiba, ada Headline News yang
memotong acara tersebut. Mata mereka berdua membulat
sempurna saat mereka tahu apa yang ditayangkan berita itu. Tanpa berfikir panjang,
Jack langsung mengambil kunci mobilnya. Begitu juga dengan Bunga, ia langsung
melesat ke kamarnya dan mengambil tas kecilnya. Mereka bedua langsung pergi ke
rumah Chrysan, mereka tak peduli kalau sedari tadi banyak orang-orang yang menyumpah serapahi
mereka karena
membawa mobil ugal-ugalan. Yang
mereka inginkan sekarang hanya satu, tiba di rumah Chrysan secepatnya.
Sesampainya di rumah Chrysan...
Bunga dan Jack melihat ada beberapa mobil dan motor
yang sudah terparkir manis di depan rumah Chrysan, “pasti saudara-saudara
Chrysan langsung kesini setelah mendengar berita itu.” Itu yang ada di fikiran
Jack dan Bunga saat ini.
Setelah memasuki rumah Chrysan, mereka hanya melihat
tampang cemas dan khawatir.
“Oh... Jack! Bunga!” Seorang wanita dengan wajah putih
pucat dan mata sipit itu menghampiri mereka berdua, “aku sudah bingung harus
bagaimana lagi, Chrysan tidak menjawab apapun yang kami katakan. Aku amat
sangat khawatir dengan keadaannya, aku tau ini sangat membuatnya terpukul.
Jack, tolong Chrysan.”
Jack yang mendengar itu langusng berlari ke arah
lantai dua. Setelah sampai di depan pintu kamar Chrysan, Jack dengan pelan
mengetuk pintu kamar Chrysan.
“Chrys, buka pintunya.” Yang Jack dengar setelahnya
hanyalah isak tangis Chrysan yang makin keras,
lama-lama dan akhirnya Jack mendobrak pintu kamar Chrysan.
Jack berjalan ke arah Chrysan dan menepuk bahunya
pelan, “Chrys,”
“Pergi!”
“Chrys, jangan salahkan
dirimu.”
Tangisan Chrysan semakin menjadi karena mendengar
kata-kata Jack, “enggak! Aku salah! Seharusnya aku ikut mereka kesana,
seharusnya aku juga ikut terbakar disana! Kalau saja aku ikut, aku akan pergi
bersama mereka! Sekarang, tinggalkan aku sendiri!”
Selama hampir 1 minggu lebih Chrysan mengurung diri di
kamar, dan selama itu juga sanak saudara Chrysan, Jack, Bunga, teman sekolah
Chrysan yang lain, sampai guru di sekolah pun membujuk Chrysan agar keluar dari
kamar.
Sampai pada suatu hari...
“Aku mau anter makanan ini dulu ke Chrysan, dia udah 1
minggu ini ga ada satupun makanan yang masuk. Aku takut dia malah jatuh sakit,”
Bunga tak tega melihat sahabatnya bak mayat hidup. Tanpa ekspresi. Tak ada
tujuan hidup.
Sesampainya di kamar Chrysan...
“Aaaaa...” teriakan Bunga menggema sampai ke seluruh
penjuru rumah, nampan yang Bunga pegang terjatuh begitu saja.
Jack yang mendengar teriakan Bunga
langsung berlari ke kamar Chrysan.
“Bunga, apa yang terja-” perkataan
Jack terpotong setelah ia melihat Chrysan terbaring lemah dengan bibir yang sangat
pucat di lantai.
Tanpa berfikir panjang, Jack
langsung membawa Chrysan ke Rumah Sakit. Selama di perjalanan, mereka terus
berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada Chrysan. Mereka telah menghubungi
saudara-saudara Chrysan. Sesampainya di Rumah Sakit, Chrysan langsung dibawa ke
ruang UGD. Selang setelah Chrysan dimasukkan ke ruang UGD, saudara-saudara
Chrysan mulai berdatangan satu persatu dan menanyakan keadaan Chrysan. Setelah
beberapa menit menunggu di luar, mereka pun melihat dokter keluar dari ruangan.
“Bagaimana keadaan keponakan saya,
dok?”
“Dia terkena typus dan dehidrasi
gara-gara stress, asupan gizinya juga kurang. Jadi selama beberapa hari ini harus dirawat intensif
disini,”
“Oh begitu dok, baik dok. Terima
kasih,”
“Sama-sama. Bapak tolong urus
administrasinya sambil menunggu pasien dipindahkan ke ruang perawatan, mari.”
“Baik dok,”
Sepeninggalan dokter, mereka menunggu
Chrysan dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah Chrysan dipindahkan ke ruang
perawatan, mereka pun satu persatu memasuki ruangan Chrysan. Di dalam
ruangan, mereka hanya bisa melihat seorang gadis berwajah blasteran Indo-Jepang
yang terbaring lemah di blankar dengan
selang-selang yang menempel di tubuhnya. Sungguh menyedihkan melihat keadaan
Chrysan sekarang ini, badan kurus, mata bengkak, bibir pucat.
Selama 3 hari semenjak Chrysan
dibawa ke rumah sakit, Chrysan belum sadarkan diri. Selama itu juga semua
menjaga Chrysan secara bergantian. Ketika mereka sedang berbincang-bincang,
Chrysan sadar dan langsung berteriak. Semua panik melihat Chrysan yang
tiba-tiba seperti itu. Jack yang berada di samping blankar langsung bertindak
cepat dengan menekan tombol untuk memanggil
dokter. Setelah beberapa menit, dokter dan suster pun masuk ke ruangan. Dokter
langsung menyuruh suster untuk menyuntikan obat penenang. Chrysan pun langsung
tertidur setelah disuntik. Dokter berkata bahwa, Chrysan masih teringat kejadian
yang menimpa keluarganya.
Malam harinya...
Chrysan membuka matanya perlahan,
“Jack.”
Jack yang mendengar itu langsung
menekan tombol untuk memanggil dokter, “iya?”
“Aku dimana?”
“Kamu di rumah sakit,”
Mendengar kata Rumah Sakit, air
mata Chrysan pun keluar dengan sendirinya.
“Aku jahat, ya? Aku membiarkan
keluargaku mengalami hal ini, seharusnya aku ikut merasakannya!”
Dengan perlahan, Jack menghapus air
mata Chrysan. Belum sempat menjawab perkataan Chrysan, ia mendengar suara pintu
terbuka. Ia tersenyum melihat dokter dan suster memasuki ruangan, “malam.”
“Malam juga dok, sus.”
“Boleh saya periksa keadaannya?”
“Silahkan dok,”
Selagi dokter memeriksa keadaan
Chrysan, Jack menelpon Bunga dan saudara-saudara Chrysan untuk memberi tahu
bahwa dia sudah sadar. Setelah dokter meninggalkan ruangan ini, Jack melihat
Chrysan sudah terlelap lagi.
Keesokan paginya...
Pagi-pagi sekali Chrysan sudah
bangun dan melihat ada Jack dan om Roy sedang berbincang-bincang.
“Jack, om.”
Mendengar suara Chrysan, om Roy
dan Jack langsung mendekat ke arah Chrysan dan Jack menekan tombol untuk
memanggil dokter yang berada di samping blankar.
“Ada apa sayang, ada yang
sakit?” Om Roy dengan penuh kasih sayang mengelus kepala Chrysan.
Bertepatan Chrysan
menggelengkan kepalanya dengan lemah, terdengar ketukan pintu dari luar.
Tok... tok... tok...
Om Roy bangkit dari duduknya
dan berjalan membuka pintu. Setelah pintu terbuka, tampaklah wajah dokter dan
suster itu.
“Selamat pagi semua,”
“Pagi dok,”
Dokter berjalan ke arah Chrysan
dan mulai memeriksanya. Selesai memeriksa Cheysan, dokter berkata.
“Fisiknya masih lemah, namun
psikisnya sudah mulai stabil. Mungkin dengan dirawat satu sampai dua hari lagi,
ia sudah boleh pulang.”
“Baik dok, terima kasih.”
Setelah selesai, dokter dan
suster tadi keluar dari ruangan. Hening menyelimuti mereka bertiga.
“Om, Jack.”
Suara Chrysan memecahkan
keheningan yang tengah menyelimuti mereka.
“Ya?”
“Maafkan aku,”
“Sudahlah Chrysan itu bukan
kesalahanmu. Lagipula yang terpenting untuk sekarang ini adalah kesembuhanmu,”
“Sekali lagi maafkan aku,”
Jack dan om Roy tersenyum
mendengarnya, mereka yakin bahwa Chrysan bisa melanjutkan hidupnya walau tanpa
keluarganya. Karena Chrysan akan selalu dikelilingi oleh orang-orang yang
menyayanginya.
– Life must go on –
Tujuh Tahun Kemudian...
Suara tepukan tangan yang riuh
terdengar di setiap sudut ruangan itu. Setelah semua selesai menyelesaikan
tugasnya sebagai mahasiswa/i, akhirnya pada hari ini mereka mendapatkan gelar
S1 mereka. Selang beberapa menit setelah sang kepala sekolah salah satu
universitas ternama di Paris itu menyampaikan pidatonya, mahasiswa/i langsung
berhamburan ke luar bangunan itu dan langsung memenuhi lapangan yang ada di
depan bangunan itu.
Dengan semangatnya, mereka
langsung berteriak dan bersama-sama melemparkan toga mereka ke langit. Wajah
mereka tampak sangat bahagia, termasuk dia, Chrysan Abellias Flower. Setelah
peristiwa yang menimpa keluarganya, ia mencoba bangkit dari keterpurukan dengan
dibantu oleh Jack, Bunga, dan saudara-saudaranya yang sangat menyayanginya.
Akhirnya, ia menjawab semuanya
pada hari ini. Setelah selama 1 tahun ia mencoba bangkit secara perlahan,
akhirnya ia dapat lulus dari SMAnya dan masuk universitas disini. Selama 6
tahun ini ia berusaha sebisa mungkin agar ia bisa mendapat gelar sarjana
sastra.
Terlihat sekarang bahwa Chrysan
sedang menatap langit yang indah itu sambil tersenyum, dengan perlahan ia
mengatakan sesuatu yang sangat ingin ia ungkapkan sejak lama.
“Mama, papa, adek, kakak.
Lihatlah aku, aku berhasil mewujudkan mimpi kalian dan kata-kataku pada kalian
waktu itu. Maafkan aku apabila selama ini aku menyusahkan kalia, maafkan juga
jika selama kalian berada disana aku selalu membuat kalian sedih. Tapi
sekarang, lihatlah aku. Apakah aku sudah bisa membuat kalian bangga dan bahagia
disana?”
Hembusan angin yang membelai
lembut kulitnya seakan menjadi jawaban dari semuanya. Chrysan tersenyum, entah
mengapa ia yakin bahwa keluarganya sedang melihatnya di atas sana, ia tahu
karena ia bisa merasakannya.
“Aku berjanji kepada kalian
bahwa aku takkan mengecewakan kalian lagi,” ia tersenyum kemudian melanjutkan
kata-katanya tadi. “Kak, aku waktu itu pernah berjanji padamu bahwa aku akan
menyusulmu meraih gelar sarjana di universitas itu? Dan sekarang kau bisa
melihatnya, aku berdiri disini dengan menyandang gelar sarjana di universitasmu
kak. Aku berhasil mewujudkannya, demi kakak dan semuanya.”
Ia perlahan menunduk sambil
memeluk toga dan ijazahnya dengan erat, tanpa ia sadari bahwa setetes cairan
bening keluar dari matanya yang indah dan diikuti oleh tetesan lainnya. Tapi,
ia mencoba untuk tersenyum. Karena, ia telah berjanji bahwa ia tidak akan
mengecewakan keluarganya lagi.
“Terima kasih karena kalian
selalu mendukungku dari atas sana,”
Hari ini, di hari kelulusannya,
dengan hembusan angin musim panas di kota yang terkenal dengan nama kota cinta
dan di kelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya, ia berjanji pada dirinya
sendiri dan keluarganya dan juga kepada semua orang yang tengah berada di sekelilingnya
bahwa, ia tidak akan mengecewakan semua orang yang telah mendukungnya, dan ia
juga akan berusaha agar terus meneruskan hidupnya setelah ini untuk mencari
kebahagiaan yang telah lama menunggunya.
End
Pesan yang
terkandung dalam cerita :
“Apabila kamu mendapatkan masalah yang besar, bukan berarti kamu harus menyerah. Karena percayalah, Tuhan tidak akan memberikan umatnya masalah yang tak dapat mereka taklukan. Hadapilah masalah itu dengan tenang, karena orang-orang yang menyayangimu akan selalu membantumu. Jadi intinya, kamu tidak boleh putus asa atau menyerahkan hidupmu begitu saja karena masalah. Life must go on, believe me, it’s easy if you want to try and believe it your self.”
–Siti Anbarsari Nabilah